Skip to main content

Posts

Marsekal Hadi Mengatakan Bahwa Konflik SARA Harus Tetap Diwaspadai

Calon Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengingatkan karakteristik Indonesia sebagai negara kepulauan yang menyebabkan selalu ada potensi separatisme serta konflik komunal. "Konflik komunal berbasis suku, agama, ras dan antar-golongan akan selalu ada sehingga harus terus diwaspadai," kata Hadi dalam uji kelayakan dan kepatutan calon Panglima TNI, di Ruang Rapat Komisi I DPR di Jakarta, Rabu (6/12). Dia menjelaskan lebih jauh di era reformasi demokrasi politik yang seringkali mengarah kepada liberalisasi, berpotensi menjadi liberal dilema. Menurut dia, apabila kondisi itu tidak dikelola secara bijaksana, bukan tidak mungkin konflik komunal tersebut akan meningkat menjadi konflik vertikal berbentuk rongrongan terhadap legitimasi pemerintahan yang sah atau pemberontakan. Sesuai doktrin TNI saat ini maka tugas TNI yang masih sangat relevan adalah TNI sebagai kekuatan penyerang, TNI sebagai kekuatan pertahanan, TNI sebagai kekuatan pendukung, dan TNI sebagai instrumen
Recent posts

Konflik Sara Mewakili Pilkada DKI Jakarta 2017

Indonesia adalah negara yang terbentuk dari beragam suku, ras, agama, dan budaya. Perbedaan yang ada di Indonesia merupakan kekayaan yang harus kita syukuri. Apalagi Indonesia memiliki semboyan yaitu, Bhinneka Tunggal Ika. Semboyan ini berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya adalah "Berbeda-beda tetapi tetap satu"[1]. Seperti semboyannya, Indonesia diharapkan dapat menjaga persatuannya walaupun berasal dari berbeda-beda suku maupun budaya. Namun tetap saja persatuan itu kadang akan menempuh ujian  yang dimana akan bertemu dengan konflik. Kita tahu bahwa sebuah konflik tidak dapat dihindari. Sebagai negara yang majemuk dengan berbagai suku, ras, agama, dan budaya. Indonesia merupakan negara yang rawan akan konflik SARA. Beberapa sejarah kelam Indonesia yang termasuk dalam konflik SARA adalah konflik Dayak dan Madura, warga Tionghia dan Konflik Moneter 1998, peristiwa tragis Ambon. Pilkada Gubernur DKI Jakarta tahun 2017 pun tidak dapat terhindar dari konflik SARA yang melip

6 Penyebab Konflik Sara Yang Harus Anda Ketahui

Konflik sara menjadi sebuah senjata jitu untuk memecah belah paham dan keyakinan yang selama ini diyakini. Tindakan sara merupakan sebuah upaya untuk melecehkan satu keyakinan lain yang berbeda dengan keyakinan yang dianut. Hal tersebut merupakan upaya untuk mengklaim bahwa kepercayaan yang dianut merupakan kepercayaan yang paling benar. Isu sara menjadi senjata utama untuk dapat menciptakan konflik horizontal antar umat beragama. Sudah banyak konflik yang timbul akibat dari isu isu sara yang beredar dimasyarakat. Tentu saja paham ini akan mengancam kesatuan dan persatuan dalam kehidupan bernegara seperti juga contoh konflik antar agama . Paham politik sara menciptakan kebencian antar umat beragama sehingga memicu timbulnya tindakan kekerasan. Agama merupakan salah satu bentuk kepercayaan yang di anut oleh umat manusia. Semua agama menganjurkan jalan kebaikan dan menjauhkan dari tindak kejahatan. Tidak ada satu agamapun di dunia ini yang menghalalkan untuk menyakiti penganut

Arogansi Warga Keturunan Tionghoa Ini Di Ungkapkan Oleh Pakar Sosiolog

Faktor arogansi warga keturunan Tionghoa terhadap pribumi yang menjadi penyebab kerusuhan bernuasa SARA di Tanjungbalai, Sumatera Utara. “Tumbuh arogansi di kalangan mereka terhadap masyarakat pribumi. Ini penyakit orang kaya yang dilindungi oleh aparat,kata sosiolog, Musni Umar dalam artikel berjudul “Membedah Akar Masalah Konflik “SARA” di Tanjungbalai Sumatera Utara.” Kata alumni doktor sosiologi dari National University of Malaysia (UKM) ini, warga keturunan Tionghoa di Tanjungbalai tidak lagi sensitif – menyaring kata dan kalimat kalau berbicara, sehingga masyarakat memendam kebencian dan kemarahan terhadap mereka. “Kasus Ibu Herlina, yang marah dan menegur muazzin (orang yang azan- dalam rangka memanggil untuk shalat) dengan menggunakan pengeras suara di Tanjungbalai, Sumatera Utara, segera direspon dengan melampiaskan kemarahan dan kebencian yang sudah lama dipendam dengan membakar Vihara dan Kelenteng yang menjadi tempat beribadah orang-orang Cina (Tionghoa),” u

Ini adalah Sumber Masalah Konflik " SARA " di Tanjung Balai Sumatera Utara

Sangat sulit diterima oleh akal sehat seorang ibu keturunan etnik Tionghoa (Cina) yang datang ke Masjid untuk memprotes karena kumandang azan mengganggu yang bersangkutan, kemudian masyarakat Muslim di sekitar itu marah dan membakar puluhan Vihara dan Klenteng di Tanjung Balai, Sumatera Utara. Menurut saya, tidak mungkin terjadi konflik “SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) yang begitu hebat di Tanjung Balai, Sumatera Utara, jika tidak ada prolog yang membuat masyarakat Islam tidak suka, benci, anti dan marah terhadap etnik Tionghoa (Cina). Apa Akar Masalah Setiap terjadi konflik yang bernuansa “SARA”, pemerintah dan aparat tidak pernah berusaha mencari akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya konflik dan memecahkannya.   Semua berkonsentrasi menghentikan konflik dan mencari pelaku yang memicu terjadinya konflik dan menghukumnya pelakunya. Konsekuensinya, timbul persepsi di masyarakat bahwa aparat selalu melindungi kelompok minoritas yang dijadikan sasaran amuk